Entri Populer

Selasa, 23 November 2010

Surat Dari Bayi Yang di Aborsi

Mama Tersayang

Apakah Mama Masih sering murung dan menangis? Aku harap semuanya sudah menjadi lebih baik. Sewaktu aku masih di dalam kandunganmu, aku selalu bersedih setiap kali aku mendengar Mama menangis. Aku selalu ingin menghiburmu, andai saja aku bisa. Tetapi lebih sering aku ikut menangis bersamamu. Kadang aku berteriak, “Mama, Mama sayang, kenapa menangis?”

Lalu aku menendang-nendang perutmu, agar Mama tahu aku ada di sini dan menemanimu, dan Mama tidak sendirian. Ada aku di sini. Tapi sepertinya teriakan ku kurang kencang dan tak terdengar olehmu. Di saat seperti itu, biasanya aku menangis lebih keras lagi. Aku selalu bersedih setiap kali mendengar hal-hal buruk menimpamu.

Belum lama aku meninggalkan rahimmu yang hangat itu, Mama tersayang. Bahkan aku masih ingat ketika aku melihat jari-jari tangan dan kakiku yang mungil – yang kadang-kadang kugerakkan dengan memukul atau menendang dinding rahimmu. Aku rindu saat-saat itu.

Aku selalu merasa ada ikatan khusus yang bekerja secara misterius di antara kita. Ikatan yang seolah-olah menyatukan hati dan perasaan kita. Bila kau senang, aku pun senang. Bila kau menangis aku juga merasakan sakitnya. Suatu hari kau menangis nyaris sepanjang malam – dan aku merasa bersedih mendengarnya. Tapi aku tak bisa membayangkan apa yang membuatmu bersedih? Siapa yang membuatmu menangis?

Pada malam yang sama ketika aku berusaha menghiburmu melalui tendangan-tendangan kecilku, sesuatu yang mengerikan terjadi padaku. Tiba-tiba lenganku seperti ditarik paksa dari tempatnya, dan tak lama dari itu aku melihat lenganku terlepas. Sakit sekali rasanya. Sakit yang hebat yang baru pertama kali kurasakan dan langsung merenggut tanganku. Aku sangat ketakutan. Aku berteriak sekuat tenaga sambil menahan sakit yang teramat di tubuhku. Tapi, Mama tersayang, mengapa kau tak berusaha menolongku?

Tangismu berhenti, tapi peristiwa yang lebih mengerikan justru terjadi padaku. Kakiku ditarik oleh sesuatu yang sangat dingin dan kejam – ditarik sampai kedua kakiku putus. Sakit sekali sampai aku kesulitan untuk bergerak dan bernapas lagi. Aku seperti merasakan sel-sel dalam tubuhku menyempit dan aku tak kuat lagi. Aku berteriak dengan sisa-sisa suaraku, “Mama, Mama, tolong aku! Tolong aku!” Tetapi sepertinya kau memang tak mendengar suaraku.

Tiba-tiba tubuhku dicabut dari tempatnya semula, dan rasa sakit yang dahsyat menghantamku hingga aku tak sadarkan diri lagi. Oh, Mama tersayang, betapa aku berusaha untuk tetap hidup dan menemanimu di sana. Tetapi sesuatu yang misterius itu tak bisa kuhentikan. Meskipun aku sudah menangis keras dan memohon kepadanya, ia tetap merenggut lenganku, kakiku, hingga seluruh tubuhku.

Mama tersayang, maafkan aku sudah tak bisa lagi menemani hari-harimu. Sebenarnya aku ingin sekali selalu bersamamu. Aku ingin mengusir semua air matamu. Aku punya banyak rencana untuk membahagiakanmu suatu saat nanti. Tetapi kini semuanya sudah terlambat, aku tak lagi bersamamu. Bahkan aku tak sempat mengatakan ak sangat menyayangimu. Pernah menjadi bayi di rahimmu adalah sebuah kebahagiaan tersendiri buatku.

Mama tersayang, aku hanyalah satu dari sekian banyak calon bayi perempuan yang malang. Dan sejujurnya, aku masih ingin menjadi seorang bayi perempuan yang bisa tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik – sepertimu. Tetapi, rasanya kini semuanya sudah terlambat. Aku sudah pergi. Aku sudah tak bernyawa dan bernapas lagi.

Seseorang di sini mengatakan padaku bahwa aku adalah seorang bayi perempuan korban aborsi. Ia mengatakannya sambil mengejekku, hatiku sakit sekali mendengarnya – meskipun aku tak mengerti apa yang ia katakan. Aku tak tahu makhluk seperti apa aborsi itu. Aku nelum pernah mendengar sebelumnya. Apakah yang dikatakannya benar?

Mama tersayang, aku menulis surat ini untuk mengingatkanmu agar kau berhati-hati pada makhluk bernama aborsi itu. Makhluk ini jahat sekali. Dengan kejam ia merenggut lenganku, kakiku, tuibuhku, nyawaku. Aku jadi berpikir, apakah ia yang selama ini membuatmu menangis? Aku tak tahu. Aku tak dapat membayangkannya. Tetapi aku ingin Mama tetap berhati-hati padanya.

Mama tersayang, aku mohon maaf karena aku telah pergi meninggalkanmu sendirian. Aku harap kau bisa mengatasi semua masalahmu dan menjadi seseorang yang selalu dilingkupi kebahagiaan. Dan aku, meskipun tak bersamamu lagi, selalu mendoakanmu.

Salam sayang dari sini,
Bayi perempuanmu yang pergi.

Tulisan diatas adalah Kutipan dari buku "RAHIM" karya Fahd Djibran

http://www.rahimsemesta.co.nr/

STOP ABORTION!

Tidak ada komentar: